Web server is down Error code 521 2023-06-16 111353 UTC What happened? The web server is not returning a connection. As a result, the web page is not displaying. What can I do? If you are a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you are the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not responding. Additional troubleshooting information. Cloudflare Ray ID 7d82a046bae40a73 • Your IP • Performance & security by CloudflareJAKARTATuntutan Reformasi Total KPI (Kesatuan Pelaut Indonesia) yang terdiri dari tiga butir tuntutan, yaitu : 1. Bubarkan Pengurus Pusat (PP) KPI Tanpa Kompromi; 2. Munaslub KPI Harga Mati; dan 3. Audit KPI Tanpa Ditawar. Merupakan tuntutan dari Masyarakat Pelaut NKRI yang disuarakan pada 17 Desember 2020 serta butir tuntutan pertama, kedua dan ketiga saling berkaitan - Faktor ekonomi memiliki peran yang besar terhadap pembentukan tatanan atau norma kehidupan bermasyarakat. Namun, nilai-nilai bangsa Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai komunalisme dan spiritualisme daripada individualisme dan materialisme, sangat berbeda dari Barat. "Sehingga mustahil kita lakukan copy paste suatu sistem tanpa penyesuaian terhadap nilai-nilai tersebut," tutur Dekan Fakultas Hukum UI Edmon Makarim dalam sambutan kunci peringatan Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni dan seperempat abad reformasi, beberapa waktu lalu. Dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni dan seperempat abad reformasi di Indonesia, Pusat Kajian Hukum dan Pancasila dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia FHUI menyelenggarakan seminar bertema 'Seperempat Abad Reformasi Menjaga Kokohnya Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Hukum Nasional'. FHUI sebagai lembaga pendidikan tinggi hukum tertua di Indonesia yang tahun depan akan berusia satu abad bertanggung jawab memastikan sistem hukum mengutamakan kepentingan nasional. Pasalnya, hukum merupakan fondasi negara, sedangkan hukum yang bermuatan intervensi asing hanya menghasilkan regulasi yang melemahkan negara. Salah satu bentuk intervensi asing adalah pemanfaatan isu eksternalitas merupakan dampak buruk aktivitas perekonomian seperti isu lingkungan hidup serta kesehatan, sebagai pintu masuk melemahkan sumber-sumber kunci perekonomian negara, padahal di baliknya terdapat kepentingan aktor geopolitik. "Komoditas gula memiliki eksternalitas negatif karena membawa potensi besar bagi meluasnya penyakit diabetes, sedangkan di Indonesia gula merupakan komoditas strategis, tentunya sebagai negara yang kuat, Indonesia bukan membuat regulasi yang melemahkan industri gula namun justru mencari solusi untuk memitigasi dampak buruknya," lanjut Edmon. "Begitu juga terhadap Industri Hasil Tembakau kita yang pada awal pandemi tahun 2020 saja telah menyumbangkan lebih dari 10 persen total APBN, serta industri hasil kelapa sawit yang nyata telah menopang jutaan kehidupan rakyat Indonesia," jelasnya. Upaya memitigasi eksternalitas negatif adalah upaya untuk mencari harmoni dalam masyarakat agar aktivitas perekonomian yang melibatkan jutaan rakyat tetap terjamin keberlangsungannya. Namun secara bijaksana menyelesaikan dampak-dampak buruknya dengan berpedoman pada kepentingan nasional. Pada kesempatan sama, Direktur Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam Lembaga Ketahanan Nasional Lemhannas Ocktave Ferdinal menjelaskan bahwa dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia alinea pertama, ada kalimat merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Ini maksudnya sangat dalam, bagaimana perekonomian kita harus merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. "Peraturan perundangan yang ada harus mengutamakan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia, tidak hanya untuk kepentingan satu kelompok ataupun justru mendukung negara lain," ujarnya. Ahli Hukum Ekonomi Adat dan Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pancasila FHUI, M. Sofyan Pulungan menjelaskan nilai Pancasila berisi nilai kebersamaan, spiritualitas, mufakat, dan nilai keseimbangan dalam keselarasan. Menurutnya, dengan demikian negara memiliki kewajiban untuk mendengar, menampung, dan mempertimbangkan suara masyarakat dalam mengelola pro dan kontra. Salah satu isu hukum yang tengah kontroversial saat ini karena dianggap berpotensi mengganggu perekonomian nasional adalah polemik beberapa pasal dalam RUU Kesehatan. Sebut saja, pasal yang mengelompokkan produk ilegal yaitu narkotika dan psikotropika, dalam satu golongan dengan produk legal yaitu tembakau. Pasal-pasal dalam RUU yang sedang dalam pembahasan di DPR ini telah memicu penolakan luas secara nasional dari para petani tembakau, serikat pekerja, organisasi Islam Nahdlatul Ulama, internal anggota DPR, hingga Kementerian/Lembaga. Oleh karena itu, Sofyan menegaskan dalam merumuskan sebuah kebijakan, peran partisipasi publik dan nilai-nilai Pancasila harus dijadikan fondasi. Dengan begitu, menghasilkan kebijakan yang harmonis agar tidak menimbulkan kebingungan bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk dengan mencegah adanya tumpang tindih peraturan. "Bagaimana agar aturan ekonomi sesuai dengan Pancasila? Harus ada nilai kebersamaan, spiritualitas, mufakat dan nilai keseimbangan dalam keselarasan," tegasnya. 1Krisis multidimensi 2 Munculnya demo mahasiswa 3 Munculnya korupsi kolusi dan from SCIENCE PIPA at State University of Malang
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sejak memasuki era reformasi, konsep demokrasi semakin nyata didengungkan. Hal ini terlihat dari kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat dalam mengkritik pemerintah, era reformasi juga membawa dilema untuk bangsa ini. Salah satunya adalah karena kebebasan berpendapat kerap disalahgunakan sebagai penegasan terhadap identitas kelompok tertentu atas nama tersebut tentunya menjadi permasalahan tersendiri bagi bangsa ini dan secara potensial ini dapat mencederai hakikat Demokrasi Pancasila. Sebagai contohnya, banyak kita temukan konflik berbasis perbedaan agama dan budaya terjadi di masyarakat, maraknya ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas, serta bermunculannya ideologi intoleran dan kejahatan level pemerintahan dan politik, kondisi demokrasi di Indonesia, khususnya dari aspek supremasi hukum, juga cukup mengkhawatirkan. Salah satunya bisa kita soroti dari banyaknya tindakan pelanggaran HAM, minimnya pelibatan aspirasi publik terhadap Rancangan berbagai Undang-Undang seperti Revisi UU KPK, RKUHP, keberadaan UU ITE yang menyulitkan pejuang HAM, beberapa penerbitan Perpu yang tidak dilandaskan pada kajian yang objektif dan masih banyak lagi. Selama 23 tahun usia reformasi, demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran atau regresi. Kemunduran itu datangnya dari dua arah sekaligus yaitu di tingkat negara dan elite atas dan di level masyarakat bawah. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid dalam diskusi daring Refleksi 23 Tahun Reformasi, Minggu 23/5/2021. Kemunduran demokrasi dari negara atas, dia menjelaskan, antara lain tercermin dari adanya konsistensi pola kebijakan yang mengurangi kebebasan sipil illiberal yang menjadi tren politik di tingkat kemunduran demokrasi dari tingkat bawah atau masyarakat kata dia, terjadi dengan menguatnya vigilantisme berbasis agama, dan bentuk-bentuk diskriminasi terhadap minoritas agama dan orientasi saya sebagai bangsa demokratis, negara harus mengakomodasi aspirasi atau suara rakyat khususnya kaum minoritas karena dalam sistem demokrasi rakyat memegang kekuasaan penuh atas pemerintahan yang dijamin secara konstitusional. Oleh karena itu, sebagai upaya menjalankan demokrasi yang bebas, adil, dan jujur, penentuan pemimpin harus dilakukan melalui pemilihan umum yang melibatkan penuh asprirasi rakyat, atau kata kuncinya adalah kata lain, legitimasi merupakan salah satu tolok ukur apakah prinsip demokrasi dijalankan dengan sebaik-baiknya atau tidak karena legitimasi merupakan representasi dari suara rakyat yang seharusnya dijadikan referensi utama oleh negara dalam menentukan pemimpin. Musyawarah untuk mencapai mufakat yang merupakan prinsip utama demokrasi juga harus dilakukan secara bertanggung-jawab karena dengan cara inilah rakyat dapat menentukan harapan bersama dengan tetap menjaga harmoni dan stabilitas sosial-politik. Secara filosofis prinsip demokrasi adalah merangkul dan mengakomodasi suara rakyat baik mayoritas maupun minoritas demi terciptanya suatu masyarakat yang adil, makmur, dan melalui demokrasi, masyarakat dapat membangun kepercayaan diri untuk tegar menghadapi sebuah krisis, menjaga ketahanan nasional di tengah kesusahan, mengatasi perpecahan yang mendalam melalui dialog dan partisipasi inklusif, dan mempertahankan keyakinan bahwa pengorbanan akan ditanggung bersama dan hak semua warga negara demokrasi, masyarakat sipil yang mandiri, termasuk kaum perempuan dan kaum muda, dapat diberdayakan sebagai mitra bagi lembaga negara dalam memberikan pelayanan, untuk membantu agar masyarakat senantiasa mengetahui dan terlibat, dan untuk meningkatkan moral masyarakat dan semangat mencapai tujuan Rabu 26 Mei 2021Oleh Nur Rochmat Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Jadisignifikan. pada tahun 1950-an itu historiografi Kedudukan Sejarah Nasional Indonesia sudah menjalankan sebagai refleksi pengalaman bersama fungsinya untuk ikut menyelesaikan (common experience) sangat penting masalah-masalah aktual yang sedang karena dari sejarah ini lah akar bu- dihadapi bangsa Indonesia terutama daya, politik, dan Seiring terbentuknya berbagai institusi dan aturan-aturan baru lewat reformasi hukum pasca 1998, Indonesia pernah disebut sebagai negara demokrasi yang sehat. Tapi belakangan, reformasi hukum semakin tidak berjalan dan watak asli demokrasi Indonesia muncul ke permukaan demokrasi tidak sesehat dugaan. Banyak lembaga-lembaga hukum dan aturan-aturan kini jauh panggang dari api. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK - salah satu capaian reformasi paling penting - telah semakin menjauh dari tujuan. Aturan seperti Undang-Undang UU Cipta Kerja dibuat tanpa partisipasi publik dan cenderung melayani kepentingan segelintir elite. Mengingat berbagai bantuan pembangunan untuk reformasi hukum dari lembaga-lembaga donor telah digelontorkan ke Indonesia, terutama pada era Reformasi, kebuntuan ini menjadi pertanyaan. Berbagai studi menjelaskan musababnya pada lemahnya desain kelembagaan, atau dibajaknya institusi-institusi hukum untuk kepentingan politik sempit, atau karena aparat yang kurang kompeten. Masalah kelembagaan dan aparaturnya juga kerap dihubungkan dengan rentang usia pembaharuan hukum yang masih pendek, dibandingkan dengan pengalaman negara-negara maju. Studi lainnya menekankan pada keragaman hukum yang tumbuh dalam masyarakat pluralisme hukum, sehingga upaya transplantasi’ satu hukum yang liberal dan rasional tak selalu bisa diterima. Riset kami pada 2019-2021 menunjukkan bahwa keterbatasan reformasi hukum tak semata soal institusi, rentang waktu yang pendek atau pluralisme hukum. Kemampatan ini lebih berkaitan dengan watak tata politik-hukum yang tak sejalan dengan prinsip-prinsip liberal - yang kami sebut sebagai legalisme iliberal. Dengan watak semacam ini, hukum cenderung bekerja untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan upaya perlindungan hak warga negara dan tak dapat menjamin perwujudan keadilan. Dalam upaya menumpuk kekayaan dan kekuasaan, kekuatan-kekuatan ekonomi-politik yang ada tidak berkepentingan membentuk sistem hukum yang rasional. Selama ini masih terjadi, upaya mewujudkan hukum yang rasional itu — yang sejalan dengan rule of law sebagai konsep pembatasan kekuasaan negara dan perlindungan hak warga — akan terus terhenti. Read more Riset reformasi pengelolaan keuangan daerah tidak lantas menurunkan korupsi Kapitalisme dan kekacauan Bentuk pengorganisasian kekuatan-kekuatan ekonomi-politik adalah perwujudan dari perkembangan kapitalisme dan evolusi negara yang spesifik. Secara sederhana, kapitalisme adalah sistem ekonomi dan politik yang bertumpu pada penguasaan alat produksi oleh privat untuk akumulasi profit. Pemikir klasik Max Weber menjelaskan bahwa perkembangan tata ekonomi ini sangat dipengaruhi oleh suatu kerangka hukum tertentu. Menurut Weber, hukum yang rasional — yakni yang bisa memberikan prediktabilitas dan kepastian — dapat menjamin terciptanya lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi. Dalam sejarahnya, hukum yang rasional merupakan respons atas kekuasaan yang absolut dari kelas aristokrat. Hukum yang rasional pada mulanya bertujuan agar kepentingan kelas kapitalis borjuis yang baru tumbuh bisa terlindungi dari campur tangan penguasa politik dan terutama dari pungutan pajak yang mencekik. Dalam perkembangannya, hukum juga menjadi instrumen untuk mewujudkan keadilan bagi kelas pekerja dan secara lebih luas juga warga negara. Dari pengalaman masyarakat Eropa Barat, dapat kita lihat bahwa hukum yang rasional bukan semata pemberian negara atau hasil transplantasi lembaga donor, melainkan produk dari konflik sosial. Sementara itu, kapitalisme yang diperkenalkan melalui kolonialisme di Indonesia menciptakan struktur kekuasaan ekonomi dan politik yang amat berbeda dari pengalaman bangsa-bangsa Eropa. Di Indonesia, tidak ada kelas aristokrat yang dominan secara politik maupun kelas borjuis yang kuat secara ekonomi. Akibatnya, negara yang ditopang birokrat warisan kolonial tidak hanya memegang kendali atas kekuasaan politik, tetapi juga menggantikan fungsi kelas kapitalis. Badan-badan usaha milik negara hasil nasionalisasi perusahaan Belanda, misalnya, menjalankan peran sentral dalam proses perkembangan kapitalisme pada awal berdirinya Indonesia. Saat kemudian kelas kapitalis telah tumbuh berkat bantuan negara, mereka amat bergantung pada akses atas kontrak dan perlindungan politik dari penguasa. Keadaan ini menciptakan fusi kekuatan ekonomi dan politik. Di sini, pelaku ekonomi dominan cenderung tidak memerlukan hukum yang rasional untuk membatasi campur tangan politik maupun untuk membangun otonomi relatif dari negara. Alhasil, ekonomi didominasi oleh sektor-sektor yang membuka ruang besar bagi perburuan rente dengan memanfaatkan alokasi sumber daya dari negara, yang sekaligus meminggirkan liberalisme pasar. Maka, ada dua poin pokok yang patut kita pertegas. Pertama, keberadaan rule of law tidak selalu memiliki korelasi positif yang kuat dengan pertumbuhan ekonomi. Kedua, ketiadaan hukum yang rasional, tumpang-tindih aturan, dan segala bentuk kekacauan disorder - termasuk maraknya korupsi dan mobilisasi kekerasan - tidak selalu menjadi hambatan bagi kegiatan usaha. Dalam banyak kasus, seperti di Indonesia, kekacauan ini ironisnya justru menjadi alat yang menunjang akumulasi kapital. Mahasiswa dan buruh berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Banyumas, Jawa Tengah, pada Oktober 2020. Idhad Zakaria/Antara Foto Legalisme iliberal Bagaimana berbagai bentuk kekacauan yang menopang kerangka pengaturan yang iliberal dapat berguna dalam upaya-upaya konsentrasi kekayaan dan kekuasaan? Bukankah kekacauan justru melahirkan ketidakpastian bagi iklim usaha yang menghambat pertumbuhan ekonomi? Hasil survei dari World Economic Forum, misalnya, mengategorikan korupsi — yang merupakan salah satu bentuk kekacauan — sebagai penghambat utama investasi. Logikanya, jika korupsi berkurang, maka ekonomi akan berkembang. Pada kenyataannya, yang terjadi justru sebaliknya. Ketika Presiden Joko “Jokowi” Widodo gencar mendorong perbaikan iklim investasi untuk meningkatkan rangking indeks kemudahan berbisnis, ia bersama Dewan Perwakilan Rakyat justru berkontribusi dalam berbagai upaya pelemahan KPK. Moeldoko, Kepala Kantor Staf Kepresidenan, bahkan tegas menyatakan bahwa keberadaan KPK adalah penghambat investasi. Ia memang sempat mengoreksi pernyataan itu, namun pesan tentang logika kekuasaan yang sebenarnya, telah sampai kepada publik. Hasil wawancara kami dengan beberapa pengusaha nasional mengonfirmasi logika itu. Bagi mereka, keberadaan KPK yang kuat adalah pengganggu usaha. Saat menjabat sebagai ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Roeslan Roeslani, juga menegaskan bahwa UU KPK yang baru berdampak positif bagi iklim investasi. Pandangan-pandangan ini tentu bertentangan dengan asumsi liberal tentang penciptaan hukum yang rasional untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Kontradiksi ini tampak dari lemahnya gagasan ekonomi pasar bebas di Indonesia yang diharapkan dapat ditunjang oleh hukum yang rasional. Dominasi ekonomi rente menempatkan penegakan hukum pemberantasan korupsi sebagai gangguan. Jokowi juga mengemukakan anjuran-anjuran yang berusaha memfasilitasi ekonomi pasar saat hendak membentuk UU Cipta Kerja yang merevisi dan menggabungkan lebih dari 70 UU. Ia mengklaim UU omnibus ini dapat mengatasi masalah yang menghambat iklim investasi, terutama terkait pungutan liar dan tumpang tindih aturan. Nyatanya, aturan ini dibuat dengan mengabaikan transparansi dan tanpa partisipasi publik yang memadai. Ini bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang baik sebagai komponen penopang ekonomi liberal. Read more Kemunduran demokrasi dalam pemerintahan Jokowi nyalakan tanda bahaya Reformasi hukum di tengah logika kekacauan Selama aktor ekonomi-politik dominan tidak berkepentingan menegakkan hukum yang rasional, dan lebih bersandar pada berbagai bentuk kekacauan, maka tata politik-hukum akan tetap bertendensi iliberal. Kebuntuan reformasi hukum juga akibat dari dominasi pendekatan yang menekankan pada perubahan-perubahan institusional. Pendekatan ini memandang persoalan hukum disebabkan oleh aturan yang bermasalah, budaya hukum yang lemah, atau penegakannya yang berat sebelah. Banyak lembaga donor telah memberi perhatian pada aspek-aspek ini, di antaranya lewat pelatihan-pelatihan bagi aparat penegak hukum atau penyusun undang-undang. Cara pandang ini berisiko memisahkan pembentukan dan penegakan hukum dari dinamika kekuasaan, dan mengasumsikan hukum sebagai entitas yang otonom dan netral. Keberadaan institusi hukum dengan desain kelembagaan yang baik seperti KPK, misalnya, pernah dianggap sangat menjanjikan untuk reformasi hukum di Indonesia. Akan tetapi, desain kelembagaan yang baik serta dukungan moral dari publik tetap tidak berhasil menyelamatkan KPK dari pembajakan elite. Ini menunjukkan bahwa reformasi yang berfokus pada perubahan institusional dan “gerakan-gerakan moral” masih sulit membendung kekuatan ekonomi-politik yang iliberal. Perubahan-perubahan seperti itu tidak menyentuh logika kekuasaan yang bertumpu pada kekacauan sebagai alat akumulasi kekayaan. Logika kekuasaan ini adalah produk dari bagaimana kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik diorganisasikan. Maka penting untuk memahami bagaimana pengorganisasian kekuatan-kekuatan itu dalam menganalisis kebuntuan reformasi hukum di Indonesia.Keadilanberdasarkan Pancasila harus di wujudkan, dijabarkan, dan direalisasikan ke dalam norma hukum Indonesia agar terwujud keadilan yang. memberikan perlindungan hak dan kewajiban bagi seluruh
DSMahasiswa/Alumni Universitas Negeri Semarang13 Juni 2022 1528Jawaban Pembaharuan segala peraturan yang mengatur tata kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 Untuk lebih jelasnya, yuuk pahami penjelasan berikut ini Reformasi diartikan sebagai proses pembentukan atau pembaharuan dari sistem yang sudah ada menjadi sistem yang baru. Tuntutan Reformasi yang terjadi di tahun 1998 berhasil menggulingkan pemerintahan Orde Baru dan pembaharuan peraturan yang sudah didambakan oleh rakyat. Pembaharuan aturan tata kehidupan rakyat berbangsa dan bernegara Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam segala bidang demi kemajuan dan kesejahteraan Indonesia. Dengan demikian, tujuan utama reformasi bagi Indonesia adalah pembaharuan segala peraturan yang mengatur tata kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945Yah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan! 34Rh. 101 319 485 95 121 476 262 14 61