Suatuhari, seorang teman baik saya berkata kepada saya, "Kau Slytherin - jika Anda memerintah dunia Anda hanya akan mengurusi ular, kucing, dan orang-orang yang membuat Butterbeer." Sebuah komentar yang tidak merugikan, tapi saya berpikir tentang reputasi anak-anak Slytherin tampaknya kita telah membangun sesuatu untuk diri kita sendiri.
ArticlePDF Available AbstractThis study wants to reveal the truth procedures in Ahmad Tohari's novel Orang-Orang Proyek, as a part of an event and a factor in the presence of a new subject. This research would answer the problem how was the subjectification of Ahmad Tohari in Orang-Orang Proyek novel as truth procedures? This study used the set theory by Alain Badiou. The set theory explained that within a set there were members of "Existing" or Being and events as "Plural" members. The results proved that the subjectivity between Tohari and New Order events produced literary works Orang-Orang Proyek. This happened because there was a positive relationship between the author and the event as well as on the naming of the event. Not only as of the subject but also do a fidelity to what he believed to be a truth. The truth procedures or the void—originating from the New Order event—was in the history of the making of a bridge in a village in Java island, Indonesia during the New Order period that filled with corruption, collusion, and nepotism. Tohari then embodied it in his novel. By the presences of the novel, we could know the category of Tohari's presentation as a new subject such as faithful, reactive, and obscure. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 107 NOVEL ORANG-ORANG PROYEK SEJARAH ORDE BARU Ramis Raufa, Risma Santi Raufb, Eko Hariantoc Unit Program Belajar Jarak Jauh-Universitas Terbuka Kendari Jalan Nasution, Bundaran Anduonohu, Kel. Kambu, Kec. Kambu Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia pos-el Abstrak Penelitian ini mengungkapkan prosedur kebenaran di dalam novel Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari denganmenggunakanteori himpunan yang dicetuskan oleh Alain Badiou yang menjelaskan bahwa di dalam suatu himpunan terdapat anggota “yang Ada” atau Being dan peristiwa beserta situs peristiwa sebagai anggota “yang Jamak”. Hasil penelitian membuktikan bahwa proses subjektifasi Tohari dan peristiwa Orde Barumenghasilkan karya sastra Orang-Orang Proyek. Hal ini terjadi karena terdapat hubungan positif antara diri pengarang dan peristiwa sekaligus penamaan atas peristiwa. Tidak hanya itu, Tohari sebagai subjek melakukan sebuah kesetiaan fidelity terhadap apa yang dia yakini sebagai sebuah kebenaran. Prosedur kebenaran atau situs peristiwaberupa rekam jejak sejarah pembuatan jembatan di sebuah desa, di pulau Jawa, Indonesia pada masa orde baru yang penuh dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tohari kemudian mengejawantahkannya ke dalam novel Orang-Orang Proyek-nya. Melalui hal inilah kita dapat mengetahui kategori presentasi seorang Tohari sebagai subjek baru yang yakin, reaktif, dan kabur. Kata Kunci prosedur kebenaran, subjektifasi, pengarang, peristiwa, orde baru The Novel “Orang-Orang Proyek” The History of The New Order Abstract This study wants to reveal the truth procedures in Ahmad Tohari's novel Orang-Orang Proyek, as a part of an event and a factor in the presence of a new subject. This research would answer the problem how was the subjectification of Ahmad Tohari in Orang-Orang Proyek novel as truth procedures? This study used the set theory by Alain Badiou. The set theory explained that within a set there were members of "Existing" or Being and events as "Plural" members. The results proved that the subjectivity between Tohari and New Order events produced literary works Orang-Orang Proyek. This happened because there was a positive relationship between the author and the event as well as on the naming of the event. Not only as of the subject but also do a fidelity to what he believed to be a truth. The truth procedures or the void—originating from the New Order event—was in the history of the making of a bridge in a village in Java island, Indonesia during the New Order period that filled with corruption, collusion, and nepotism. Tohari then embodied it in his novel. By the presences of the novel, we could know the category of Tohari's presentation as a new subject such as faithful, reactive, and obscure. Keywords truth procedures, subjectivity, author, event, new order era. PENDAHULUAN Sebuah karya sastra dikatakan baik apabila ia dapat mengungkap atau menyuarakan fenomena problematis kehidupan sosial. Faruk, 2015. Keberhasilan suatu karya dapat diidentifikasi melalui eratnya keterkaitan timbal balik dalam derajat tertentu karya termaksud terhadap Telaga Bahasa April 2020 108 kompleksitas dinamika bermasyarakat. Kenyataan dalam ruang-ruang publik kemudian menemukan korelasinya yang padu dalam dimensi dan lapis-lapis makna sebuah karya. Paling tidak, hal ini dapat kita pinjam dari bagaimana Goldmann 1977 mendefinisikan prinsip homologi dalam karya sastra, tanpa melupakan bagaimana Abrams memulai gagasan ini dalam konstruksi “karya sastra sebagai proyeksi kehidupan masyarakat”. Berbicara mengenai karya, sejak imperium strukturalisme merajai bidang kajian dalam ruang-ruang akademis, berarti juga berbicara bagaimana gagasan pengarang di dalamnya. Subjek pengarang paling tidak juga bisa dikatakan sebagai jembatankorelasi antara karya dan semesta. Menurut Faruk 2015, pengarang merupakan anggota hidup dalam suatu sistem kultural. Itulah mengapa proses penciptaan karya dapat dikatakan sebagai percikan-percikan kecil kebudayaan, sebuah kerja tarik-menarik penciptaan yang tidak terlepas dari berbagai bahan dasar yang tersebar di ruang makrokosmos, yang tentu saja tidak nir-makna. Tidak keliru jika kelak disimpulkan bahwa karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya. Dengan demikian, akan dijumpai kemungkinan mengenai korelasi antara pengarang, karya sastra, dan masyarakatnya. Menurut Badiou 2009, pengarang dapat terpresentasi sebagai subjek baru yang terdiri atas subjek yakin, subjek reaktif dan subjek kabur sebagai konsekuensi atas proses subjektifasinya dengan lingkungan sosial masyarakat tempatnya hidup. Ahmad Tohari sebagai sosok yang sempat mengecap pahit-manis pemerintahan Orde Baru, tidak dapat melepaskan proses kreatifnya dari segenap gairah yang mewarnai tahun-tahun kekuasaan Soeharto. Karya-karyanya nyata dipengaruhi entitas tak terhingga yang bertebaran di masa kejayaan sebuah zaman yang terkenal dengan program Pelita-nya. Ia tumbuh menjadi sosok yang demikian mencintai kampung halamannya, tempat ia mengenal orang-orang yang relatif setara dalam sistem pergaulan; sebuah latar belakang yang memberikannya cukup alasan untuk menentang segala bentuk sistem pemerintahan feodal dan kapital. Penentangan demi penentangan yang bergolak dalam jiwanya, membuat nasibnya tidak berjalan mulus pada masa itu. Tohari dianggap terlalu “kiri”, dituduh anggota PKI. Presumsi yang membuatnya sempat diinterogasi selama berminggu-minggu di Kodim Banyumas atas novelnya Orang-orang Proyek, hingga kemudian dikenakan wajib lapor. Celakanya, interogator bahkan tidak mengerti seperti apa dunia sastra. Ia yang seorang nahdliyin orang-orang Nahdlatul Ulama juga sempat dipaksa mengaku sebagai anggota PKI dan berhaluan komunis. Pemaksaan itu terus ditampiknya, hingga ia harus meminta bantuan Gus Dur. Ia terbebas, sambil terus memelihara pertanyaan dalam kepalanya mengapa ia dituduh dan dihubung-hubungkan dengan pergolakan PKI. Pertanyaan yang cukup naif, sebab ia menulis semua hal yang merupakan wujud realitas selama kuku Orde Baru mencabik-cabik kehidupan di sudut Banyumas. Pengalaman pahit itu terus membekas dan menjadi hantu dalam dirinya. Ia trauma bertemu aparat militer dan kepolisian. Ide dan gagasannya menulis cerita mengalami kemandegan. Ia menjadi tidak produktif. Lima tahun kemudian, setelah tidak melahirkan satu karyapun, Tohari bangkit dari keterpurukan dan melepaskan diri dari hantu masa lalunya. Orde Baru bisa dikatakan sebagai tonggak perkembangan ekonomi Indonesia. Pada masa ini, roda pertumbuhan ekonomi melaju dengan kecepatan yang cukup signifikan. Imbasnya, pendapatan perkapita, perluasan lahan pertanian, pembangunan Ramis Raufa, Risma Santi Raufb, Eko Hariantoc “Novel Orang-Orang Proyek Sejarah Orde Baru” 109 infrastruktur, mengalami akselerasi demikian pesat. Hal tersebut tidak terlalu mengherankan sebab program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional yang sempat terpuruk mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Ketetapan MPRS 1996 tentang Pembaruan Kebijakan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan, yang kemudian diteruskan oleh Kabinet AMPERA, makin menguatkan upaya pengerahan segala sumber daya demi mewujudkan ketercapaian program-program pembangunan. Program-program yang dimaksudkan untuk mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan; debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian; dan orientasi pada kepentingan produsen kecil. Kita tidak akan membahas semua rencana dan bukti-bukti pencapaian Orde Baru, terlepas dari segala dinamika di dalamnya, tetapi berfokus pada sisi pembangunan infrastruktur, yang selanjutnya terimplementasi dalam pola umum Pembangunan Jangka Panjang—dengan rentang waktu 25 hingga 30 tahun, dan dilakukan secara periodik lima tahunan, atau yang selama ini kita kenal sebagai Pelita. Pola pembangunan inilah yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai titik tumpu yang melatarbelakangi rangkaian peristiwa dalam Orang-Orang Proyek. Kemunculan realitas-realitas yang terjadi di masyarakat dalam novel ini bisa diasumsikan sebagai multiple atau multiplicity yang memengaruhi terjadinya pembentukan subjek pengarang sebagai subjek baru. Pembentukan subjek ini, oleh Badiou, disebut sebagai proses subjektifasi yang melibatkan presentasi―“yang ada” being dan peristiwa event atau―“yang jamak” sebagai anggota di dalam suatu himpunanAlain Badiou, 2005. Event atau peristiwa dalam pemikiran Badiou harus dipahami dan dibedah dari kacamata teori himpunan set theory matematik karena terdapat perhitungan angka di dalamnya. Maksudnya adalah teori himpunan, sebagai sebuah prosedur, menjelaskan kumpulan dari kumpulan atau bagian dari bagian. Bagian-bagian yang dimunculkan dalam teori himpunan—yang dapat diambil secara acak lewat pemilihan angka-angka—disebut Badiou sebagai―“state of situation” atau sering juga dinamai “represented multiplicities”, yang merujuk pada situasi event, atau keadaan, being ada, yang representasi dan presentasinya berupa subjek kekosongan. Teori himpunan juga memungkinkan untuk memikirkan sebuah posisi transfinite dari tiap bagian himpunan yang bersifat tak terhingga ke dalam dimensi-dimensi yang tak terbayangkan banyaknya Alain Badiou, 2004. Menurut Badiou dalam Rauf, 2018, kita hidup dalam himpunan yang di dalamnya terdapat situasi atau peristiwa event, dijumpa sesuatu―“yang ada” tetapi keberadaannya tidak diakui oleh anggota himpunan yang lain kekosongan. Kekosongan ini sebenarnya akan menuntun pada suatu kebenaran yang dihadirkan dalam bentuk kehadiran baru. Proses menuju suatu kebenaran itu adalah subjektifasi. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan pembahasan subjektifasi secara komprehensif. Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan bagaimana subjektifasi Ahmad Tohari melalui novel Orang-Orang Proyek sebagai sebuah prosedur kebenaran? Terdapat beberapa penelitian yang mengangkat novel Orang-Orang Proyek sebagai objek materialnya. Pada tahun 2014, Alfian Khoirul Sujatmiko 2015 melakukan penelitian terhadap Orang-Orang Proyek dengan judul “Aspek Moral Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar Telaga Bahasa April 2020 110 Sastra di SMA”. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, ini menyimpulkan bahwa 1 latar sosio-historis Ahmad Tohari, seorang sastrawan yangsuka mengangkat tema tentang tokoh orang kecil dan orang tertindas, 2 secara strukturalalur dalam novel Orang-Orang Proyek yaitu alur maju Progresif. Tokoh dalamnovel terdiri dari tokoh utama yaitu Kabul dan tokoh tambahan Insiyur Dalkijo,Pak Basar, Pak Tarya, Mak Sumeh, dan Wati. Latar waktu terjadi pada tahun1991 sampai dengan tahun 1992. Latar sosial adalah kehidupan orang kecil yangmenjadi korban dari perbuatan dan kekuasaan orang yang berkuasa. Latar tempatterjadi di sebuah proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor terletak di DesaCibawor, 3 aspek moral dalam nove Orang-orang Proyek terdapat empat aspekmoral, a aspek moral kemanusiaan, b aspek moral pergaulan, c aspek moralkeadilan, d aspek moral keagamaan, 4 Hasil penelitian ini juga dapatdiimplementasikan ke dalam pembelajaran sastra di SMA khususnya kelas XI. Selanjutnya, Haryo Pangestu, Mahasiswa Unversitas Negeri Yogyakarta, meneliti wacana kekuasaanyang terdapat dalam novel Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari. Selain wacana kekuasaan, dalam penelitianini juga memaparkan strategi kekuasaan yang digunakan dan relasi kekuasaan yangterdapat di dalamnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1 wacana kekuasaan dalam novel Orang-Orang Proyek bersifat normalisasi menjaga dan regulasi melarang dan menghukum; 2strategi kekuasaan dalam novel Orang-Orang Proyek yang digunakan terepresentasi secarahubungan negatif pengabaian, penolakan dan penyamaran, siklus laranganancaman dantekanan, instansi aturan mengatur boleh tidaknya melakukan sesuatu, terepresentasi secaralogika sensor menegaskan sistem kekuasaan yang dimilikinya; 3 bentuk relasi kekuasaaandalam novel Orang-Orang Proyek terdapat dalam pemikiran, politik dan lembaga digunakansebagai alatnyaHaryo Pangestu, 2016. Ari Raharjo 2017 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris mengkaji Novel Divergent dengan dengan judul“Rebellion in Divergent Novel By Veronica Roth 2011 A Psychoanalytic Approach”. Ari mencoba menunjukkan pemberontakan Tokoh Tris, karakter utama dalam Novel Divergent oleh Veronica Roth yang didasarkan pada pendekatan psikoanalitik dalam kaitannya dengan id, ego dan superego studi menunjukkan simpulan-simpulan berikut. Pertama, didasarkan pada analisis struktural, itu menunjukkan bahwa karakter dan karakterisasi, pengaturan, plot, gaya dan tema novel terkait menjadi kesatuan yang padat. Kedua, berdasarkan analisis psikoanalitik novel memberitahu bahwa karakter utama, Tris memiliki masalah psikologis karakter utama pertemuan menyebabkan konflik kondisi mental. Kemudian, berkembang menjadi ambisi apakah ia pemberontakan tindakan terhadap golongan Erudite. Ambisi besarnya adalah melawan pendapat Erudite bahwa Divergent berbahaya. Dari ketiga penelitian tersebut, belum ada yang membahas mengenai subjektifasi pengarang terhadap novel dan hal yang melatarbelakanginya, terutama Ahmad Tohari terhadap karyanya Orang-Orang Proyek sebagai sebuah prosedur kebenaran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengedukasi generasi penerus bangsa terkait dengan pemanfaatan bahasa dan sastra Indonesia sebagai perekat kebinekaaan untuk industri kreatif, pariwisata, dan kearifan lingkungan dalam upaya membangun budaya bangsa Indonesia. Dengan melalui novel Orang-Orang Proyek, diharapkan para pemuda dan pelajar mampu mempelajari rekam Ramis Raufa, Risma Santi Raufb, Eko Hariantoc “Novel Orang-Orang Proyek Sejarah Orde Baru” 111 jejak sejarah masa lampau untuk mengetahui identitas dan jati diri bangsanya. TEORI Teori himpunan adalah teori yang mendeskripsikan suatu himpunan yang terbentuk atas elemen-elemen “yang Ada” dan “yang jamak”. Elemen “yang ada” adalah elemen atau anggota himpunan yang presentasinya belum terhitung presentasi murni atau kekosongan dan yang terhitung berdasarkan itu, elemen “yang jamak” adalah elemen atau anggota himpunan yang terdiri dari peristiwa dan situs peristiwannya. Kehadiran peristiwa secara aktual diputuskan secara aksiomatik oleh subjek. Aksiomatik adalah postulat atau sesuatu yang ditetapkan sebagai titik berangkat analisis. Berangkat dari penjelasan singkat tersebut, dapat diasumsikan seperti ini, anggaplah Indonesia di dalam novel Orang-orang Proyek adalah satu himpunan besar yang di dalamnya terdiri atas anggota-anggota pembentuk himpunan tersebut. Anggota-anggota tersebut seperti masyarakat dan peristiwa besar. Kemudian, masyarakat ini pun merupakan sebuah himpunan kecil yang terdiri dari individu dan kelompok sebagai komponen-komponen pembentuknya. Asumsi di atas disimpulkan dalam suatu istilah pertalian yang dikelompokkan ke dalam dua jenis presentasi, yakni being atau yang ada’ dan event atau yang jamak’. Sesuatu “yang ada” dan “yang jamak” ini menuntun kita pada suatu proses panjang kehadiran subjek di dalam suatu himpunan besar. Ketika presentasi “yang ada” dan “yang jamak” terjadi hubungan yang positif, dengan meyakini bahwa setiap peristiwa selalu datang dengan situs kebenarannya, dapat dipastikan akan membentuk subjek baru. Konsekuensinya adalah subjek baru tersebut dapat menghasilkan suatu kebenaran utuh melalui sebuah kehadiran baru atau malah justru melenyapkan kebenaran. Badiou 2005 dalam Being and Events, menjabarkan tesisnya tentang peristiwa melalui teori himpunan—dengan penebalan untuk menandakan tema-tema kunci dari konsep selalu dimulai dari kejamakan inkonsisten hlm. 25. Namun—setelah dioperasikan—kejamakan itu bersifat kejamakan konsisten inilah yang disebut situasi. Selanjutnya, situasi ini ditransformasi lagi menjadi representasi. Representasi merupakan status dari situasi hlm. 60-61. Status dari situasi selalu memiliki ekses atau kelebihan, yang luput dari representasi yakni kekosongan itu sendiri hlm. 64. Dari sini muncul peristiwa. Peristiwa atau event adalah situasi dalam himpunan, sekaligus retakan dari himpunan itu. Itulah mengapa kekosongan {ø} selalu bisa diisi oleh nominal berapapun 1, 2, 3, dan tak terbatas, tetapi pada saat yang sama ia selalu berada di luar setiap himpunan hlm. 35. Tepat pada titik inilah, karena berada di luar representasi, kekosongan itu terlibat dalam intervensi “politik”; ia menggugat eksistensi representasi sekaligus menjaga jarak dengannya karena tidak memiliki presentasi. Ia adalah ultra-satu hlm. 182-183. Meski tidak memiliki presentasi, ia memiliki nama berupa nilai rujukan hlm. 203. Itulah mengapa kekosongan bukanlah fantasi, melainkan materi’. Yang memberi nama pada kekosongan ini tak lain adalah subjek itu sendiri hlm. 225. Tahapan pertama adalah menentukan objek material penelitian. Objek material yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Orang-Orang Proyek yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Tahapan kedua yang dilakukan setelah mendapatkan objek materialadalah melakukan pembacaan menyeluruh terhadap novel Orang-Orang Proyek untuk menemukan isu-isu dan permasalahan yang menarik untuk diteliti. Adapun Telaga Bahasa April 2020 112 isuatau permasalahan yang akan diangkat adalah prosedur kebenaran dalamkaitannya dengan pembentukan subjek baru subjektifasi pengarang sebagaiakibat dari inkorporasinya dengan lingkungan sosialnya. Isu ini kemudian ditentukansebagai objek ketiga adalah menentukan teori yang terkait dengan objekformal penelitian yang akan dijadikan sebagai landasan berpikir, pedoman atau tuntunan sekaligus cara kerja dalam upaya memecahkan permasalahan subjektifasi pengarang. Adapun teori yang digunakan adalah teori himpunanset theory yang digagas Alain Badiou. Analisis data dilakukan dengan menyandingkan data yang termasuk ke dalam kelompok being dan kelompok data event. Untuk mencari proses subjektifasi Ahmad Tohari sebagai being pengarang, terlebih dahulu diklasifikasikan bahwa Tohari merupakan―“yang ada” sebagai anggota di dalam himpunan kota Banyumas. Langkah selanjutnya―mengklasifikasikan data yang termasuk peristiwa dan situs peristiwa, mendeskripsikan ketercantuman subjek dalam sebuah kejamakan, mencurigai setiap prosedur kebenaran yang ada di dalam himpunan untuk mengklasifikasikan data yang terkait dengan pemaksaan forcing, dan mendeskripsikan bentuk kesetiaan fidelity subjek terhadap prosedur kebenaran yang ada. Selanjutnya, digunakan metode deskriptif analitik untuk mendeskripsikan proses inkorporasi antara Ahmad Tohari sebagai being di dalam himpunan kota Banyumas dan event atau peristiwa. Kemudian, menghubungkannya dengan konsep teori himpunan Alain Badiou yang diperoleh melalui proses kajian pustaka tekstual. Sehingga dapat ditarik satuhipotesis awal bahwa novel Orang-Orang Proyek tersebut merupakan subjek baru dari hasil subjektifasi Ahmad Tohari sebagai pengarang. HASIL DAN PEMBAHASAN Ahmad Tohari dan Adonan Inkorporasi Novel Lingkar Tanah Air menandai awal kebangkitan Ahmad Tohari sebagai seorang penulis. Sejak saat itu, dia mengerti hal pokok yang dibutuhkan seorang penulis, bahwa seorang penulis harus memiliki sesuatu yang tak dapat diterima dalam diri penulis itu sendiri. Ketika konflik batin tidak hadir dalam diri penulis, tidak akan ada yang bisa dilahirkan dalam tulisan. Proses inkorporasi yang menempatkan Tohari sebagai being individu yang terbentuk dari multiple pemahamannya terhadap ide-ide kehidupan, latar belakang, serta persinggungannya dengan Orde Baru terimplementasi menjadi sebuah prinsip event/kejadian yang berlangsung terus-menerus. Kenyataannya, pembangunan di Indonesia diwarnai dengan ragam multiple yang berupa praktik-praktik feodalisme dan kepentingan golongan yang diletakkan jauh di atas kepentingan masyarakat. Proses inkorporasi di atas berlanjut dan menemukan bentuknya hingga ke tahap proses subjektifasi. Subjektifasi merupakan hasil atas pertarungan gagasan yang lahir dari rahim pemikiran seorang Tohari—sebagai seorang individu yang merdeka—dengan ideologi pemerintahan Orde Baru. Benturan-benturan yang berkenaan dengan multiplicities yang merupakan anak kandung dari letupan-letupan idenya sebagai individu dengan cita-cita pembangunan di rezim Soeharto inilah yang selanjutnya mewujud dalam bentuk karya—selayaknya cerminan dirinya dan respon atas gejolak sosio-kultural—dalam Novel Orang-Orang Proyek. Kita dapat membentangkan secara jernih kerangka pemikiran yang bersandar pada teori Alain Badiou dalam konsep yang lebih representatif pada bagian selanjutnya dalam tulisan ini. Pengarang—Tokoh dalam Simpul Subjektifasi Hasil analisis pada beberapa tokoh dalam novel tampak—mengejawantahkan tiga Ramis Raufa, Risma Santi Raufb, Eko Hariantoc “Novel Orang-Orang Proyek Sejarah Orde Baru” 113 pola new subject sebagai hasil akhir dari proses subjektifasi. Ketiganya masing-masing merepresentasikan subjek reaktif, subjek kabur, dan subjek yakin. Kehadiran ketiga hasil subjektifasi ini dapat mengantarkan kita pada pemahaman betapa Tohari telah mengalami sebuah inkorporasi, berenang ke dalam lautan pengalamannya yang diramu dari ideologinya sebagai individu merdeka dan segala ekstrinsikalitas berupa kehidupan politik, budaya, dan sejarah, yang mengalir di luar dirinya. Letupan-letupan itu yang kemudian melahirkan serangkaian peristiwa dalam karyanya, yang darinya kita dapat bercermin tentang banyak hal, termasuk perihal bagaimana ia bersikap terhadap gejolak lingkungannya. Dalam novel Orang-orang Proyek, Kabul adalah being individuyang dicitrakan sebagai seorang insinyur sekaligus mantan aktivis di kampusnya. Profesinya sebagai insinyur proyek pembangunan jembatan mengantarkannya pada kecamuk pergolakan batin dalam dirinya. “Permainan” yang terjadi dalam proyek menuntutnya mengambil sikap atas segala bentuk konsekuensi yang kelak bersentuhan dengan orang banyak. Nuraninya berteriak merespons sesuatu yang tidak pada tempatnya. Kepala dan dadanya berkecamuk, sesuatu yang tidak dapat diterima nalar dan akarnya terjadi demikian telanjang di depan matanya. “Pada tingkat ini, permainan berarti memanipulasi kualitas dan kuantitas barang yang dibeli untuk keperluan Insinyur Kabul tahu betul dampak semua permainan ini. Mutu bangunan dipermainkan, masyarakatlah yang pasti akan menanggung akibat buruknya. Dan bagi Kabul hal ini adalah pengkhianatan terhadap derajat Kabul merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Karena permainan itu sudah menjadi kewajaran dan menggejala di mana-mana, sampai masyarakat sekitar proyek pun ikut melakukannya”Tohari, 2015 32. Kabul sebagai being, dengan ideologi-ideologinya sebagai mantan aktivis mahasiswa—menentang rezim pemerintahan sebagai event yang penuh intrik politik dan korupsi. Pergesekan yang demikian besar terjadi antara diri Kabul dan rezim yang berlaku. Ideologi tokoh ini selanjutnya tidak sekadar bergesekan, tetapi juga berbenturan; sebuah kontestasi kompleks antara subjek dan semesta di luar dirinya. Inkorporasi lantas menemukan bentuknya yang nyata dalam tataran ini. Betapa tidak, Kabul dideskripsikan sebagai kepala insinyur yang memimpin proyek infrastruktur pemerintah. Orde Baru yang melahirkan gejala penyelewengan hingga kemudian hal-hal amoral tersebut dianggap sebagai sesuatu yang lumrah—dan lazim dalam dunia proyek dan pembangunan. “Seperti pernah sampeyan katakan, karena banyaknya penyimpangan dan penyelewengan?Hal ini agaknya sudah menjadi gejala umum dimana-mana. Sedihnya lagi, tak sedikit insinyur telah kehilangan komitmen profesi dan tanggung jawab moral keilmuan mereka[…]”halaman 78. Sebagai subjek protagonis yang memikul beban ideologi kepengarangan, kita dapat menyebut tokoh ini sebagai implementasi lahiriah tidak setuju dengan kenyataan yang sedang terjadi di sekitarnya. Ia menyesalkan kenyataan betapa sangat banyak insinyur yang kehilangan profesionalitasnya karena terjerumus ke dalam konspirasi politis yang tidak menghasilkan apa-apa, kecuali kerusakan. Sementara di pihak lain, para pemegang saham duduk manis menikmati Telaga Bahasa April 2020 114 hasil penipuan dan lobi-lobi politik. Para pejabat, pemegang tampuk kekuasaan, dan orang-orang dalam golongan mereka lantas menjadi lintah-lintah kelaparan yang meminta darah rakyat kecil sebagai tumbalnya. Kenyataan yang mengusik dan melukai tokoh Kabul, dalam kapasitasnya sebagai insinyur yang manusiawi. “Memang sih, Pak, sekarang ini di mana tidak ada orang edan?Jajaran Birokrasi pemerintah, gudangnya. Jajaran penegak hukum, tentara, Depdikbud, Depag, sama saja. Pengusaha kantor, bankir, tak ada beda” halaman 79. Kutipan di atas mendeskripsikan truth procedure pada masa yang dialami oleh procedure dalam novel ini adalah kehadiran jajaran birokrasi pemerintah yang bekerja tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh wakil rakyat. Para birokrat justru memanipulasi hukum dan kebijakan yang seharusnya. Dalam kasus proyek yang dijalani Kabul, praktik korupsi bukan hal baru bagi orang-orang di tak ketinggalan menyasar praktik feodalisme di zaman Orde Baru. Melalui tokoh Kabul, ia dengan lantang mengkritisi cara-cara implementasi feodalisme dalam konteks keterkinian. Nilai-nilai dan standar moral menjadi isapan jempol, selebihnya orang-orang akan suka melakukan apa pun yang ingin mereka lakukan, terlepas dari hal demikian sejalan dengan prinsip bernegara atau malah berseberangan. “Apa yang kamu kira Negara kita yang konon ber-Pancasila ini, dan semua aparatusnya sudah ditatar P4, adalah Negara republik demokrasi? Bangun, bangun! Hentikan sadarlah kita hidup di bawah orde feodal baru” halaman 127. Praktik feodal sebagai multiple memiliki pengaruh besar dalam kekuasaan pemerintah. Kutipan di atas menunjukkan adanya kebenaran politik truth procedure serta jejak histori a belonging to history pada masa kekuasaan pemerintah yang feodalisme. Kabul—sebagai subjek—terinkorporasi dengan kebenaran politik dan jejak sejarah feodal sebagai mengalami proses inkorporasi yang panjang, terjadilah proses subjektifasi terhadap tokoh Kabul. Hal tersebut dibuktikan melalui kutipan berikut. “Dan Maaf, Pak, saya bukan dari kalangan seperti itu. Jadi saya memilih mengundurkan diri terhitung sejak hari ini”halaman 230. Proses subjektifasi Kabul dalam praktiknya mampu mempertahankan nilai-nilai yang sejak awal eksis dalam dirinya; nilai-nilai idealisme. Toleransi yang ia berikan sudah sangat melampaui batas. Akhirnya,iaputuskan untuk tidak meneruskan proyek yang dikerjakan karena tidak sesuai dengan apa yang selama ini diyakininya. Proses subjektifasi ini menghasilkan Kabul sebagai subjek baru new subject yang faithful subjek yakin. Dikatakan demikian sebab Kabul dapat menerima jejak sejarah a belonging to history dan mereproduksinya kembali dalam sebuah yang menentang kebenaran politik truth procedure yang feodal dan birokrasi pemerintahan korup. Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa tokoh Kabul merupakan representasi dari salah satu karakter Ahmad Tohari sebagai pengarang yang menentang sistem pemerintahan Orde Baru, di bawah kungkungan atau belenggu nafsu Soeharto yang feodal. Berbeda halnya dengan Kabul, tokoh Dalkijo dinarasikan sebagai tokoh antagonis yang menentang idealisme yang dimiliki oleh Kabul. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut Ramis Raufa, Risma Santi Raufb, Eko Hariantoc “Novel Orang-Orang Proyek Sejarah Orde Baru” 115 “Saya tahu Dik Kabul mantan aktivis. Biasa kan, yang namanya aktivis punya idealism yang kolot. Tapi setelah bekerja seperti ini, Dik Kabul harus tunduk kepada kenyataan” halaman 32. Kutipan di atas menjelaskan proses inkorporasi dari idealisme tokoh Dalkijo dan merupakan bagian dari kebenaran politik truth procedure yang mendeskripsikanpenerimaan Dalkijo terhadap kebobrokan pemerintahan. Penerimaan yang mengindikasikan sebuah pemakluman dan persetujuan terhadap kondisi yang korup. Sebagai tokoh yang berasal dari latar belakang keluarga kurang mampu, kita dapat menempatkan kenyataan cerita tersebut sebagai multiple/event, Dalkijo merasa harus mengentaskan kemiskinan dalam dirinya. Program pengentasan tidak akan berhenti sekalipun ia harus menutup mata atas kenyataan yang terjadi di sekitarnya. “Ir. Dalkijo yang nyatanya adalah tokoh GLM akan memecat Kabul karena ternyata tidak loyal. Ya, Loyalitas yang buta adalah budaya yang sangat dipentingkan dalam kultur GLM” halaman 168. Kutipan diatas menunjukkan kehadiran multiple, sebentuk loyalitas buta adalah proses pengaburan atau pengabsolutan obscure suatu nilai yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kondisi multiple kemudian terinkorporasi dengan Dalkijo yang juga didukung denganmultiple lain berupa pembalasan dendam terhadap kemiskinan yang mencengkeram diri serta keluarganya. “Saya kini punya kemampuan untuk membalas dendam terhadap kemiskinan yang begitu lama menyengsarakan kami. Saya sudah melakukan apa yang dibilang orang sebagai tobat melarat. Selamat tinggal nasi tiwul, tikar pandan, atau rumah berlantai tanah, beratap rendah”halaman 33. Kita perlu memeriksa multiple lainyang terindikasi turut dengan idealisme tokoh Dalkijo sebagai golongan yang menuntut loyalitas buta. Inkorporasi termaksud mendorong terjadinya absolutisme atau pengaburan obscure terhadap kebenaran politik truth procedure yang menjelaskan bahwa kepentingan pribadi dan kelompoknya adalah hal yang utama diatas segalanya. Hasil inkorporasi tersebut membawa tokoh Dalkijo menuju proses subjektifasi yang menyihir Dalkijo menjadi subjek baruyang menyebabkan ia disebut sebagai subjek kabur. “Dengar Dik. Untuk memeriksa atau bahkan menahan dik Kabul, mereka akan menemukan banyak alasan. Misalnya, menghambat pelaksanaan program pembangunan, tidak loyal kepada pemerintah, menentang Orde Baru, sampai kepada indikasi bahaya laten komunis. Dan sekali lagi Dik Kabul akan masuk daftar hitam; Dik Kabul akan tetap diawasi dan mungkin tidak akan bekerja dimanapun”halaman 229. Kutipan di atas menunjukkan bahwa Dalkijo berusaha untuk mengancam Kabul apabila lelaki itu tetap teguh pada pendiriannya dengan menjunjung idealismenya. Dalkijo juga mengatakan segala kemungkinan yang akan terjadi jika Kabul tidak menuruti kemauannya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Dalkijo merupakan subjek kabur sebagai hasil dari proses subjektifasi. Dikatakan sebagai objek Telaga Bahasa April 2020 116 kabur karena Dalkijo berusaha mengaburkan kebenaran politik mengenai praktik korupsi yang sudah sangat jelas menyimpang. Korupsi yang tentu saja hanya merugikan semua pihak, kecuali golongan GLM yang berusaha meraup keuntungan sebanyak mungkin demi kepuasan pribadi dan kelompoknya melalui berbagai cara. Sementara itu, Pak Tarya dihadirkan sebagai tokoh untuk menjelaskan jejak sejaraha belonging to history. Maksudnya, Pak Tarya ditempatkan sebagai subjek yang bertugas menjelaskan latar belakang sejarah sebagai multiple dari pembangunan ulang Jembatan Cibawor yang merupakan produk gagal dari proyek pemerintah. “Ayah Pak Tarya ditembak mati oleh para pemuda yang dicintainya di tubir jembatan yang kemudian mereka ledakkan. Sampai kapanpun kebrutalan itu, meski mengatasnamakan semangat Revolusi 1945, tak terlupakan oleh Pak Tarya”halaman 14. Kutipan di atasmendeskripsikan jejak sejarah a belonging to history dari masa revolusi yang terjadi pada tahun 1945. Ketika itu dijelaskan bahwa peledakan jembatan lebih memiliki dampak buruk dibanding dengan tidak diledakkan karena pada akhirnya Jembatan Cibawor utama penghubung desa terputus dari dunia empat puluh tahun desa yang terisolasi itu makin terseok dalam ketertinggalannya pada segala bidang. “Ya memang harus dimaklumi, Masalahnya , disini Kang Martasatang memang hanya satu. Tapi martasatang-martasatang yang lain jumlahnya puluhan ribu, atau bahkan puluhan juta. Mereka ada jadi terkorbankan demi pembangunan ini-itu. Seperti Kang Marasatang saat ini , mereka kehilangan masa depan. Lalu apa yang akan terjadi bila mereka seperti Kang Martasatang; Habis kesabaran lalu mengamuk?”halaman 153-153. Kutipan di atas memberikan gambaran apa yang dialami oleh orang-orang kecil dalam Orang-Orang Proyek. Subjek Pak Tarya adalah bentuk dari multiple yang ikut berinkorporasi dengan subjek Kabul. Pak Tarya kemudian bersubjektifasi menjadi subjek yakin pertama yang memproduksi jejak sejarah a belonging to history dan mempertahankan kebenaran tersebut dengan mempertahankan ideologi dan nilai-nilai yang diyakininya. Proses pemertahanan tersebut terus bertahan di tengah arus badai Orde Baru dengan segala bentuk korupsi dan intrik-intrik politik kotor lainnya. “Mas Kabul, dulu Ki Hajar Dewantara bilang begini. Pilih mana dari dua kondisi ini Numpak montor sinambi sawan tangis atau Mikul dhawet sinambi rengeng-rengeng. Secara samar Ki Hajar menganjurkan orang memilih kondisi yang kedua. Yakni, hidup sederhana sambil mengembangkan rasa, dan dengan ini orang bisa yang pertama?Yakni, hidup banyak harta namun terus gelisah karena selalu diburu oleh keserakahan sendiri”halaman 222. Kutipan tersebut menggambarkan ketenangan hidup yang ia dapatkan dari nilai-nilai kesederhanaan yang diyakininya. Ia percaya bahwa lebih baik hidup secukupnya tetapi aman dan damai Ramis Raufa, Risma Santi Raufb, Eko Hariantoc “Novel Orang-Orang Proyek Sejarah Orde Baru” 117 dibanding bergelimang harta tetapi terjerumus dalam persekongkolan yang merugikan orang banyak. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pak Taryo lahir sebagai new subject, yakni subjek yakin pertama yang memproduksi jejak sejarah a belonging to history dan mempertahankan kebenaran politik truth procedure sehingga dapat memengaruhi subjek yakin kedua untuk tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Subjek Pak Tarya, lebih jauh, juga merepresentasikan nilai-nilai yang dianut oleh Tohari, berasaskan latar belakang pengarang sebagai seorang santri pesantren yang besar dalam pandangan dan cara hidup yang sederhana. PENUTUP Penjelasan panjang pada bagian terdahulu, mengantar kita pada kesimpulan yang jelas. Perlu dipahami, pengarang mengalami inkorporasi dengan potongan sejarah dalam rezim Orde Baru. Proses itu membawanya pada penghayatan mendalam dan menciptakan subjektifasi. Hasil dari proses subjektifasi kemudian lahir dalam bentuk baru, dalam kerangka new subject. Entitas dalam perbincangan ini tidak lain kecuali karya sastra itu sendiri Orang-Orang Proyek. Orang-Orang Proyek sebagai subjek baru–hasil inkorporasi atau peleburan mendalam pengarang dengan lingkungan histori–sosio–kulutural–dalam konsep yang lebih jauh melahirkan dua pola lainnya, yakni subjek yakin dan subjek kabur. Kedua subjek yang terkunci dalam satu tangkup new pemaknaan penulis dalam konsep kerja interpretasi, tidak ditemukan tokoh dengan ciri reaktif. Beberapa tokoh berdiri sebagai delegasi polarisasi di atas Kabul diidentifikasi sebagai subjek yakin; Dalkijo dicirikan sebagai subjek kabur; Pak Tarya dinarasikan sebagai subjek yakin pertama. Ketiganya bekerja sebagai implementasi dari kenyataan konsep teori betapa pengarang–dalam proses pembuatan karya sastra–benar-benar melalui jalan panjang inkorporasi dengan hal-hal di luar dirinya, untuk selanjutnya melahirkan subjek baru dan polarisasi subjektifasi di dalamnya. Sebagai sebuah karya, Orang-orang Proyek berhasil mengungkap sisi gelap dari imperium historis Indonesia yang bernama Orde Baru. Seperti yang dikatakan para ahli, sastra tidak lahir dari kekosongan sejarah. Kenyataan ini mendorong kita pada kesadaran untuk memahami sebuah problem dari perspektif sejarah dalam kerangka kesastraan. Artinya, legalitas referensial novel ini sebagai rujukan sejarah bangsa dapat dipertanggungjawabkan. DAFTAR PUSTAKA Alain Badiou. 2004. Infinite Thought; disusun oleh BookEns Ltd, Royston, Herts. New York Continuum International Publishing Group. Alain Badiou. 2005. Being and Event; terjemahan bahasa Inggris. New York Continuum International Publishing Group. Ari Raharjo. 2017. Rebellion in Divergent Novel By Veronica Roth 2011 A Psychoanalytic Approach. Muhammadiyah University of Surakarta. Badiou, A. 2009. Logics of Worlds; diterjemahkan oleh Alberto Toscano. New York Continuum International Publishing Group. Faruk. 2015. Pengantar Sosiologi Sastra, edisi revisi. Yogyakarta Pustaka Pelajar Offset. Goldmann, L. 1977. Towards A Sociology of the Novel. London Tavistock Publications Ltd. Haryo Pangestu. 2016. Wacana Kekuasaan dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari Analisis Kekuasaan Foucauldian. Journal of UNY Student, 15. Retrieved from MPRS. 1996. Ketetapan MPRS Tentang Pembaruan Kebijakan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan. In Telaga Bahasa April 2020 118 Ketetapan MPRS. Jakarta Pemerintah Republik Indonesia. Rauf, R. 2018. Novel Divergent Sebagai Prosedur Kebenaran Subjektifasi Veronica Roth dalam Perspektif Alain Badiou. Universitas Gadjah Mada. Sujatmoko, A. K. 2015. Aspek Moral dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA Universitas Muhammadiyah Surakarta. Retrieved from Tohari, A. 2015. Orang-Orang Proyek 1st ed.. Yogyakarta Gramedia Pustaka Utama. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Divergent Sebagai Prosedur Kebenaran Subjektifasi Veronica Roth dalam Perspektif Alain BadiouR RaufRauf, R. 2018. Novel Divergent Sebagai Prosedur Kebenaran Subjektifasi Veronica Roth dalam Perspektif Alain Badiou. Universitas Gadjah Moral dalam Novel Orang-OrangA K SujatmokoSujatmoko, A. K. 2015. Aspek Moral dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA Universitas
PERENCANAANJEMBATAN STRUKTUR PELENGKUNG DENGAN MODEL MENGGUNAKAN KAYU BALSA, IDEALISME MANTAN AKTIVIS KAMPUS DAN ORANG-ORANG PROYEK: SEBUAH RESENSI NOVEL KARYA AHMAD TOHARI more. by Jaka Herlambang. Research Interests: Novel, Proyek Konstruksi, Analisis Novel Ahmad Tohari, Aktivis Kampus, Orang-orang proyek,
vs9203S. 57 382 234 135 10 50 57 166 497